3 Pelajaran Marketing Penting dari Red Bull

arikurniawan

Angka penjualan Red Bull mungkin kalah jauh dibandingkan Coca-Cola atau Pepsi, tapi brand Red Bull sendiri sangatlah ikonik.

Bagaimana bisa sebuah brand yang hanya menjual SATU PRODUK dikenal begitu luas? Apa yang membuat mereka terus relevan? Dan apa rahasianya?

Dalam tulisan ini akan diungkap bagaiman Red Bull melakukan branding dan marketing.


Marketing dengan Budget Terbatas

Kalau Tidak Ada Budget Sponsor, maka Buatlah Acara Sendiri

Di awal kemunculan di awal 90-an, Red Bull sama seperti perusahaan rintisan dengan budget marketing terbatas. Perusahaan ini tidak punya dana untuk beriklan di acara TV, radio maupun papan reklame. Jadi, mereka memutuskan untuk membuat acara mereka sendiri: The Red Bull Flugtag.

Acara ini memperlombakan ‘pesawat terbang buatan sendiri bertenaga manusia‘ untuk terbang dari ketinggian sekitar 9 meter dan mendarat di air.

Sejak pertama kali diadakan di 1992 di Austria, acara ini selalu menarik perhatian banyak orang karena keanehannya. Bahkan, tahun 2012 lalu, lebih dari 220 ribu orang menghadiri Red Bull Flugtag di Afrika Selatan!

Guerrilla Marketing

Salah satu taktik marketing Red Bull diawal kehadirannya di pasar Eropa adalah menempatan kaleng Red Bull kosong di tong sampah umum. Ini membuat Red Bull terkesan populer dan banyak banget yang menyukai.

Ya walaupun taktik ini sebenarnya cukup kontroversial dan tidak berijin, tapi ini merupakan salah satu taktik yang low-cost dan high potential reward.

Fokus pada Produk Utama

Sampai tulisan ini diterbitkan, Red Bull hanya menjual SATU PRODUK, minuman energi!

Tentu saja Red Bull menawarkan varian yang berbeda, namun semuanya masih merupakan produk yang sama. Mereka tidak melebarkan sayapnya ke minuman lain seperti air mineral, teh, jus kemasan dan lainnya. Mereka fokus pada apa yang mereka jago lakukan.

Red Bull bisa melakukan ini karena mereka bukan perusahaan publik sehingga tidak ada tekanan dari investor untuk meningkatkan keuntungan terus menerus.

Jualan Cerita, Bukan Produk

Brand yang berhasil memiliki ‘pengikut’ biasanya tidak hanya fokus memiliki produk yang bagus. Brand biasanya akan membuat narasi yang menyentuh sisi emosional dari pelanggannya. Ini yang membuat seseorang bisa setia pada satu brand. Misalnya:

  • Apple dengan “1000 songs in your pocket
  • Nike dengan “Just do it
  • Red Bull dengan “Gives you wings

Menjadi sponsor untuk pemecahan rekor melompat dari orbit atau memiliki tim F1 bukan hanya untuk menjual minuman berenergi tapi untuk membuat brand image yang kuat bahwa Red Bull selalu berhubungan dengan petualangan dan adrenalin.

Walaupun ujung-ujungnya tetap untuk jualan, tapi membuat cerita membuat Red Bull lebih unggul dibanding para kompetitor, membuat mereka bisa menjual dengan harga lebih mahal dan memiliki pelanggan yang setia.

Penggunaan Istilah yang Benar

Red Bull didirikan pada 1984 dan baru mulai berjualan di 1991. Selama tiga tahun tersebut, Mateschitz (founder Red Bull) melakukan branding secara benar.

Saat minuman dengan perpaduan gula dan kafein pertama kali muncul, orang menyebutnya sebagai soft drinks, sodas atau beverages. Pepsi menyebut produknya sebagai “Pepsi AM”, Coca-Cola menyebutnya dengan istilah yang lebih aneh “Coca-Cola in the morning”.

Walaupun budget marketing yang terbatas, tapi Red Bull sangat jenius dengan menyebut produknya sebagai “Energy Drink”.

About the author

Ari Kurniawan - Founder Mata Badai Studio.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Contohnya seperti tim marketing Redbull yang selalu memastikan setiap event atau stunt yang mereka lakukan cukup ‘gila’ untuk bisa viral dan dibicarakan. (Baca: 3 Pelajaran Marketing dari Redbullˆ) […]

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x