Adanya permainan ‘pasar terbuka’ pada konsumeritas konten di beberapa platform seperti TikTok, Instagram, X, Facebook dan beberapa lainnya membuat konsep demand&supply pada digital marketing menjadi nyata.
Apakah setiap harinya konten milik perorangan hingga instansi selalu menghadapi pertumbuhan engagement yang tetap stagnan? Mustahil!
Karena setiap satu konten dengan konten lainnya punya kenaikan dan penurunan jumlah presentase engagement-nya.
Ataukah pernah kalian sebagai self-employement yang bekerja di industri kreatif menjual produk digital e-book lewat bantuan landing page mengalami konversi yang nggak menentu?
Semua hal berikut adalah suatu gambaran mengenai industri digital marketing yang kerap berkorelasi dengan konsep demand&supply.
Lalu apa sebenarnya demand&supply pada dunia digital marketing dan seberapa besarkah pengaruhnya terhadap industri ini?

Masing-Masing Pengertian Demand&Supply pada Digital Marketing
Konsep demand&supply sudah tidak asing bagi dunia perekonomian yang menjelaskan apabila jumlah permintaan dan penawaran barang dari tingkat harga tertentu mempengaruhi keadaan inflasi suatu negara.
Namun istilah demand&supply sendiri juga digunakan pada dunia konten marketing.
Berikut adalah pengertian diantara keduanya:
- Demand menjelaskan tentang jumlah konsumen, dinyatakan sebagai audiences yang bersedia meluangkan waktunya untuk melihat konten anda atau membeli produk digital anda. Beberapa dipengaruhi oleh faktor seperti trend, preferensi audiens, income audiences dan konten atau produk digital pesaing.
- Sedangkan supply adalah jumlah konten dan produk digital yang disediakan dan ditawarkan oleh content creator pribadi hingga instansi pada beberapa tingkat harga. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah biaya produksi, penggunaan teknologi, regulasi atau kebijakan platform hingga banyaknya jumlah audiences.
Jadi dari pengertian diatas konsep demand&supply pada digital marketing berhubungan erat dengan segala aktivitas naik-turunnya presentase minat audiences yang terlibat dalam suatu konten di beberapa platform media sosial.
Tidak hanya sebatas jumlah konten yang menarik audiences di platform media sosial, namun juga pada beberapa indikator lainnya seperti:
- Tingkat konversi email subscription, landing page, affiliate link dll
- Pembelian produk digital di third party platform (Amazon, Etsy, Mayar.id, Clicky.id, Lynk.id dll)
- Jumlah traffic pembaca suatu website/blog
- Jumlah traffic iklan ads untuk kampanye bisnis
Adanya konsep demand&supply ini juga memiliki pengaruh kuat terhadap tingkat ROI bagi setiap digital agency, online advertisement dan individu atau content creator yang berkecimpung di industri daring.
ROI adalah sebuah skala atau indikator yang menentukan keberhasilan kampanye suatu bisnis, sudah pasti punya kaitan erat dengan demand&supply pada digital marketing karena aspek perhitungan pendapatan bersih dilihat dari CPA (Cost per Acquisation) dan CLV (Customer Lifetime Value).
Intinya segala aktivitas digital marketing yang bergantung pada kegiatan audiences dalam mengkonsumsi produk online semuanya berhubungan dengan demand&supply.
Bagaimana Demand&Supply pada Digital Marketing Mengubah Trend?
Dalam paham demand&supply pada digital marketing akan ada dua kemungkinan terjadi pada konsumeritas konten digital yaitu overprice dan underprice.
Overprice terjadi ketika adanya low demand atau penurunan jumlah konsumen yang ingin menggunakan konten digital dan high supply atau peningkatan penawaran konten digital. Akibatnya untuk para pelaku digital industry akan terjadi overprice yang mengakibatkan harus mengeluarkan modal untuk melakukan iklan, seperti halnya Google Ads, Instagram Ads.
Sedangkan underprice terjadi saat adanya high demand atau kenaikan jumlah konsumen yang ingin menggunakan konten digital dan low supply atau rendahnya penawaran pada industri digital terhadap konten ke konsumennya. Sehingga menimbulkan jumlah engagement yang tinggi namun masih meninggalkan potensi persaingan, seperti halnya Instagram Story, Reels.
Ketentuan dari overprice dan underprice ini sendiri adalah faktor timbulnya trend digital marketing yang silih berganti.
Adanya pemahaman sebagai pelaku digital industry untuk tetap bermain dengan konsep underprice ini menimbulkan semakin tingginya persaingan di ranah dunia perkontenan karena lebih menghasilkan ROI yang tinggi. Ini dapat dicontohkan dari penggunaan channel platform Instagram hingga TikTok untuk bisnis mereka.
Namun, nggak semuanya bisnis yang bermain di platform Instagram dan TikTok selalu mendapat engagement tinggi karena pengaruh algoritma dan preferensi audiences juga. Pastinya perlu penyesuaian dari mereka agar bisa mengejar keberhasilan sehingga ya mau tidak mau harus overprice.
Akibatnya adalah mereka harus mencari channel untuk promosi bisnis lainnya atau tetap bermain di satu channel dan mengeluarkan banyak upaya agar mereka nggak kalah saing.
Dari sinilah ada perubahan trend yang seharusnya terjadi pada digital industry akibat dari persaingan ketat untuk mendapat brand reputation yang lebih mewadahi. Beberapa cara agar sebuah bisnis bisa bersaing di ranah arus derasnya kompetisi digital industry sekaligus mempertahankan trend baru adalah sebagai berikut:
Online Campaign dengan Storytelling Kuat
Sebuah kampanye online setiap brand tertentu pasti melewati suatu proses dari background cerita yang menginspirasi.
Contohnya saja tagar atau slogan Gojek berbunyi ‘selalu ada jalan’, terinspirasi dari pertumbuhan demand&supply pada digital marketing dimana Gojek bermain pada pasar bersaing dengan banyak kompetitornya dengan berbagai produknya yaitu GoRide, GoCar dan GoFood.
Sebuah keberhasilan kampanye online lewat beberapa channel seperti halnya email-marketing, social media marketing, hingga kampanye lewat website biasa melalui proses identifikasi pasar. Jika kamu mengenal lebih dekat dengan apa kebutuhan pasar dan punya story background yang terkorelasi, maka buatlah kampanye yang memang menjawab market interest.
Bisa saja kamu berasal dari perusahaan job outsourcing dan ingin membuat kampanye untuk mengasah hard skill, mungkin bisa memulai dengan tagar #hadapimasadepancerah, #hardskillkukompetensiku dan lainnya. Bisa juga buat konten video yang menjelaskan fakta mengenai dunia kerja dengan kompetensi hard skill yang beragam.
Personifikasi Baru Kemudian Audiences First Konten
Dalam kamus content marketing strategy tahap awal memulai adalah dengan menetapkan tujuan dan target. Berawal dari sebuah tujuan pasti maka konten akan terealisasikan. Hingga menetapkan target audiences yang benar-benar sesuai dengan tujuan awal.
Dalam menempuh proses menetapkan tujuan, personifikasi adalah hal utama. Seorang yang paham konsep demand&supply pada digital marketing akan mengincar audiences first konten. Melibatkan banyak data insight dari followers mereka agar konten tertarget dengan benar. Jadi strategi bermain di underprice masih berjalan.
Namun, memahami personafikasi membantu kamu untuk lebih menyesuaikan diri dengan personalitas masing-masing. Jadi kamu paham dengan tujuan kamu sebenarnya di industri digital.
Melibatkan followers dan audiences aktif bisa jadi hal yang mempertahankan posisi keberadaan brand reputation. Banyak followers yang suka dengan visual menarik namun itu nggak cukup mendatangkan interaksi dengan mereka.
Beberapa konten yang punya unsur mengajak followers berinteraksi selain giveaway adalah konten yang sudah punya lead tinggi. Seperti halnya konten time-sensitive news, konten lawak atau hiburan, konten community-driven yang membantu followers ke DM sampai dengan konten yang menimbulkan opini masyarakat luas.
Jumlah komen dan share jelas membantu keberadaan bisnis industry digital kamu karena dengan begitu reach dan impresi yang dihasilkan lebih banyak. Sehingga mampu menyeimbangkan konsep underprice demand&supply pada digital marketing, nggak perlu susah-susah ngiklan untuk memperkenalkan bisnismu ke yang lainnya.
Jadi jika ditanyakan apakah demand&supply pada digital marketing akan merubah trend itu tergantung dari proses kreatifitas yang ada, sebaiknya pertahankan trend yang sudah ada namun melakukan dengan pendekatan yang baru dan berbeda.